Jumat, 27 Maret 2020

Emina Lip Mask Review

Hallo girls ..
       Ini review pertama aku, kali ini aku akan mereview lip mask dari emina.. aku kepingin banget kasi tau ke kalian tentang lip mask ini. kenapa ? karena menurut aku lip mask dari emina ini bagus banget dong.. aku emang punya masalah di bibir aku, jadi bibir aku itu kering bahkan sampe pecah-pecah terutama pas bangun tidur, padahal sebelum tidur aku selalu minum air putih. tapi selalu pas bangun tidur bibir aku kering parah.. gak nyaman banget ya ampun sedih deh .. padahal aku udah pake lip balm, lip balm yg aku pake itu merk lip i*e, tapi ya karena pake nya pas aktivitas aja dan gak dipake juga pas tidur jadi gak ngaruh kali yaaaa... dan harganya lumayan mahal untuk ukuran kecil sekecil kecilnya ukuran .. (apasih) . hingga pada suatu hari aku menemukan jawaban atas segala do'a. waktu itu aku nemu emina lip mask ini di watsons mall ciputra cibubur, aku beli bulan januari 2020 sekitar Rp. 30.000an, ukuran 9 gram.
       kalian harus liat perbedaan sebelum dan sesudah aku pakai lip mask ini .. oke, langsung aja aku kenalin sama produknya yaaaaaaa...



       Nah ini dia si lip mask emina. packaging nya aku suka banget, imutttttt.. dia cuma ada satu warna aja, ya warna pink ini. di kotaknya ada gambar bibir warna pink merona, apakah dia bisa membuat bibir menjadi berwarna pink ? mari kita lihat deskripsi produk pada kemasan ..


       Emina lip mask menggandung shea butter dan 7 natural oil yang memberikan kelembaban ekstra. sel kulit mati mudah terangkat sehingga bibir terasa lebih kenyal dan lembut. okay .. tidak ada keterangan bahwa lip mask ini memberikan warna pink pada bibir.


       Untuk isinya lip mask emina ini juga warna pink, teksturnya super lembut, jadi dia bukan gel tapi lebih lembut lagi.. agak sedikit lengket dibanding lip balm, tapi okelah gak ganggu, wanginya seperti aroma buah, tapi tipis banget ... yang aku suka, dia kasi spatula untuk colek isi nya, jadi steril banget gitu loh gak kena jari, dan aku saranin ya kalian kalau colek isinya dengan spatula jangan langsung oles ke bibir, tapi oles di punggung telapak tangan kalian dulu baru deh kalian aplikasi ke bibir dengan jari .. jadi isi di dalem jar bener-bener gak tersentuh selain spatula nya tadi ..
       Aku pakai sebelum tidur, secukupnya aja gak usah tebel-tebel .. lalu setelah bangun tidur aku bersihin dengan kapas, ini fungsinya untuk mengangkat sel kulit mati yang bikin bibir berwarna gelap. inget ya usap pelan-pelan aja gak usah di gosok .. untuk hasil maksimal, aku pakainya rutin sebelum tidur ..
berat bersihnya si emina ini 9 gram. kecil yaa, tapi asli ini gak habis-habis dong .. aku beli itu awal Januari, udah sekitar 3 bulan dan isinya masi buanyakkk buangettttttt ..


Ini bibir aku sebelum pakai lip mask


Ini bibir aku setelah pakai lip mask

Keliatan banget kan bedanya, lebih lembab dan kenyal kenyal gitu ... (btw, aku perempuan, ya emang bulu kumisnya agak lebih banyak daripada wanita pada umunya) .. kalau di tanya aku akan beli lagi atau gak, tentu jawaban nya iya ! tapi setelah jar pertama ku habis ya, masi lama si karena awet banget dong.. tapi jangan khawatir untuk masa kadaluarsanya juga cukup lama, yang aku punya sampai 2022 ..
Okedeh segitu dulu review emina lip mask dari aku, semoga review aku kali ini bisa memberikan informasi untuk kalian .. bye bye ..


Selasa, 27 Oktober 2015

Perjuangan Terhadap Ancaman Disintegrasi Bangsa . • Pemberontakan Andi Aziz • Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) • Pemberontakan PRRI dan Permersa


1.      PEMBERONTAKAN ANDI AZIS

                
Andi Aziz merupakan seorang mantan perwira KNIL. Pada tanggal 30 Maret 1950, ia bersama dengan pasukan KNIL di bawah komandonya menggabungkan diri ke dalam APRIS di hadapan Letnan Kolonel Ahmad Junus Mokoginta, Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur.
Pemberontakan dibawah pimpinan Andi Aziz  ini terjadi di Makassar diawali dengan adanya kekacauan di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan tersebut terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti-federal, mereka mendesak NIT segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu terjadi demonstrasi dari golongan yang mendukung terbentuknya Negara federal. Keadaan ini menyebabkan muncul kekacauan dan ketegangan di masyarakat.
Untuk menjaga keamanan maka pada tanggal 5 April 1950, pemerintah mengirimkan 1 batalion TNI dari Jawa. Kedatangan pasukan tersebut dipandang mengancam kedudukan kelompok masyarakat pro-federal. Selanjutnya kelompok pro-federal ini bergabung dan membentuk “Pasukan Bebas” di bawah pimpinan Kapten Andi Aziz. Ia menganggap masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawabnya.

 
Pada 5 April 1950, pasukan Andi Aziz menyerang markas TNI di Makassar dan berhasil menguasainya bahkan Letkol Mokoginta berhasil ditawan. Bahkan Ir.P.D. Diapari (Perdana Mentri NIT) mengundurkan diri karena tidak setuju dengan tindakan Andi Aziz dan diganti Ir. Putuhena yang pro-RI. Tanggal 21 April 1950, Wali Negara NIT, Sukawati mengumumkan bahwa NIT bersedia bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mengatasi pemberontakan tersebut pemerintah pada tanggal 8 April 1950 mengeluarkan perintah bahwa dalam waktu 4 x 24 Jam Andi Aziz harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kepada pasukan yang terlibat pemberontakan diperintahkan untuk menyerahkan diri dan semua tawanan dilepaskan. Pada saat yang sama dikirim pasukan untuk melakukan operasi militer di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang.
Pada tanggal 15 April 1950 Andi Aziz berangkat ke Jakarta setelah didesak oleh Presiden NIT, Sukawati. Tetapi Andi Aziz terlambat melapor sehingga ia ditangkap dan diadili sedangkan pasukan yang dipimpin oleh Mayor H. V Worang terus melakukan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada 21 April 1950 pasukan ini berhasil menduduki Makassar tanpa perlawanan dari pasukan pemberontak.
Tanggal 26 April 1950, pasukan ekspedisi yang dipimpin A.E. Kawilarang mendarat di Sulawesi Selatan. Keamanan yang tercipta di Sulawesi Selatan tidak berlangsung lama karena keberadaan pasukan KL-KNIL yang sedang menunggu peralihan pasukan APRIS keluar dari Makassar. Mereka melakukan provokasi dan memancing bentrokan dengan pasukan APRIS.
Pertempuran antara APRIS dengan KL-KNIL terjadi pada 5 Agustus 1950. Kota Makassar pada waktu itu berada dalam suasana peperangan. APRIS berhasil memukul mundur pasukan lawan. Pasukan APRIS melakukan pengepungan terhadap tangsi-tangsi KNIL.

8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk berunding ketika menyadari bahwa kedudukannya sudah sangat kritis.Perundingan dilakukan oleh Kolonel A.E Kawilarang dari pihak RI dan Mayor Jendral Scheffelaar dari KL-KNIL. Hasilnya kedua belah pihak setuju untuk dihentikannya tembak menembak dan dalam waktu dua hari pasukan KL-KNIL harus meninggalkan Makassar.

2.      PEMBERONTAKAN REPUBLIK MALUKU SELATAN (RMS)


Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) yang dipimpin oleh Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil (mantan jaksa agung NIT) merupakan sebuah gerakan sparatisme yang bertujuan bukan hanya ingin memisahkan diri dari NIT melainkan untuk membentuk Negara sendiri terpisah dari RIS. Soumokil awalnya sudah terlibat dalam pemberontakan Andi Aziz akan tetapi dia dapat melarikan diri ke Maluku. Soumokil juga dapat memindahkan pasukan KNIL dan pasukan Baret Hijau dari Makasar ke Ambon. 


Pemberontakan Westerling, Andi Aziz, Soumokil memiliki kesamaan yaitu ketidakpuasan mereka terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI). Pemberontakan yang ada menggunakan unsur KNIL yang merasa bahwa status mereka tidak pasti setelah KMB. 

Keberhasilan APRIS mengatasi keadaan membuat para pemuda semakin bersemangat untuk kembali ke NKRI. Akan tetapi terjadi banyak terror dan intimidasi kepada para pemuda terlebih setelah teror dibantu oleh anggota polisi yang telah dibantu KNIL bagian dari Korp Speciale Troepen yang dibentuk oleh Kapten Raymond Westerling di Batujajar dekat Bandung. Teror tersebut bahkan menyebabkan terjadinya pembunuhan. Benih sparatisme muncul dari para birokrat pemerintah daerah yang memprovokasi seperti dengan penggabungan wilayah Ambon ke NKRI mengandung bahaya sehingga seluruh rakyat Ambon diingatkan akan bahaya tersebut.
Pada 20 April 1950, diajukan mosi tidak percaya dalam parlemen NIT sehingga kabinet NIT meletakkan jabatannya dan akhirnya NIT dibubarkan dan bergabung ke dalam wilayah NKRI. Kegagalan pemberontakan Andi Aziz, menyebabkan berakhirlah pula Negara Indonesia Timur. Tetapi Soumokil tidak pantang menyerah untuk melepaskan Maluku Tengah dari wilayah NKRI. Bahkan dalam rapat di Ambon dengan pemuka KNIL dan Ir. Manusama, ia mengusulkan agar daerah Maluku Selatan dijadikan sebagai daerah merdeka. Jika perlu seluruh anggota Dewan Maluku Selatan dibunuh. Usul tersebut ditolak, karena anggota mengusulkan agar yang melakukan proklamasi kemerdekaan Maluku Selatan adalah Kepala Daerah Maluku Selatan, yaitu J. Manuhutu.
Sebelum diproklamasikannya “RMS” terlebih dahulu telah dilakukan propaganda pemisahan diri dari NKRI yang dilakukan oleh gubernur Sembilan Serangkai yang beranggotakan KNIL dan Partai Timur Besar. Sementara menjelang proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil menghimpun kekuatan di lingkungan Maluku Tengah. Sementara itu, orang-orang yang menyatakan dukungannya terhadap NKRI diancam dan dipenjarakan. Akhirnya pada tanggal 25 April 1950 di Ambon diproklamasikan Republik Maluku Selatan (RMS) oleh Mr. Dr. Ch. R.S. Soumokil.
Pemerintah berusaha mengatasi masalah ini secara damai yaitu dengan mengirimkan misi damai yang dipimpin oleh tokoh asli Maluku, yaitu dr. Leimena. Namun misi ini ditolak oleh Soumokil. Misi damai yang dikirim selanjutnya terdiri dari para politikus, pendeta, dokter, wartawan pun tidak dapat bertemu dengan pengikut Soumokil.
Karena upaya damai mengalami jalan buntu maka pemerintah melakukan operasi militer untuk menumpas gerakan RMS yaitu Gerakan Operasi Militer (GOM)III yang dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang, Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur. Operasi berlangsung dari tanggal 14 Juli 1950, berhasil menguasai pos-pos penting di Pulau Buru, 19 Juli 1950 pasukan APRIS berhasil menguasai Pulau Seram. Pada tanggal 28 September 1950 Ambon bagian utara berhasil dikuasai. 3 November 1950 benteng Nieuw Victoria berhasil dikuasai. Dengan jatuhnya Ambon maka perlawanan RMS dapat dipatahkan dan sisa-sisa kekuatan RMS banyak yang melarikan diri ke Pulau Seram dan dalam beberapa tahun membuat serangkaian kekacauan.

3.      PEMBERONTAKAN PPRI DAN PERMESTA


Pemberontakan PPRI dan Permesta terjadi karena adanya ketidakpuasan beberapa daerah di Sumatra dan Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan dari pemerintah pusat. Ketidakpuasan tersebut didukung oleh beberapa panglima militer. 

Selanjutnya mereka membentuk dewan-dewan militer daerah, seperti :
  1. Dewan Banteng di Sumatra Barat dipimpin oleh Kolonel Achmad Husein (Komandan Resimen Infanteri 4) dibentuk pada 20 Desember 1956
  2. Dewan Gajah di Medan dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon, Panglima Tentara dan Teritorium I (TTI) pada tanggal 22 Desember 1956.
  3. Dewan Garuda di Sumatra Selatan dipimpin oleh Letkol Barlian.

Sementara itu di Indonesia bagian timur juga terjadi pergolakan. Tanggal 2 Maret 1957 di Makassar, Panglima TT VII Letkol Ventje Sumual memproklamasikan Piagam Perjoangan Rakyat Semesta (Permesta). Piagam tersebut ditandatangani oleh 51 tokoh. Wilayah gerakannya meliputi Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Untuk memperlancar gerakannya dinyatakan bahwa daerah Indonesia bagian timur dalam keadaan bahaya. Seluruh pemerintahan daerah diambil alih oleh militer pemberontak.

Untuk meredakan pergolakan di daerah maka pada tanggal 14 September 1957 dilaksanakan Musyawarah Nasional (Munas) yang dihadiri tokoh-tokoh nasional baik di pusat maupun di daerah. Membicarakan mengenai masalah pemerintahan, masalah daerah, ekonomi, keuangan, angkatan perang, kepartaian, serta masalah dwitunggal Soekarno-Hatta. Sebagai tindak lanjut Munas maka diselenggarakan Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap) yang bertempat di Gedung Olah raga Medan Merdeka Selatan Jakarta. Dengan Tujuan merumuskan usaha-usaha pembangunan sesuai dengan keinginan daerah-daerah. Untuk membantu mengatasi persoalan di lingkungan Angkatan Darat dibentuklah panitia Tujuh, akan tetapi sebelum panitia tujuh mengumumkan hasil pekerjaannya terjadilah peristiwa Cikini.
Peristiwa Cikini ini semakin memperburuk keadaan di Indonesia. Daerah-daerah yang bergejolak semakin menunjukkan jati dirinya sebagai gerakan melepaskan diri dari pemerintah pusat. Bahkan pada tanggal 9 Januari 1958 diselenggarakan pertemuan di Sumatra Barat yang dihadiri tokoh-tokoh sipil dan militer daerah. Pada 10 Januari 1958 diselenggarakan rapat raksasa di Padang. Dalam pidatonya, Ketua Dewan Banteng, Achmad Husein menyampaikan ultimatum kepada pemerintah pusat yang berisi.
1.    Dalam waktu 5 x 24 jam kabinet Djuanda menyerahkan mandat kepada presiden.
2.   Presiden menugaskan kepada Moh. Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX untuk membentuk Zaken Kabinet.
3.   Meminta presiden kembali kepada kedudukannya sebagai Presiden Konstitusional.


Menanggapi ultimatum tersebut, Sidang Dewan Menteri memutuskan untuk menolaknya dan memecat secara tidak terhormat perwira-perwira TNI-AD yang duduk dalam pimpinan gerakan sparatis, yaitu Letkol Achmad Husein, Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Dachlan Djambek, dan Kolonel Simbolon. Pada 12 Februari 1958, KSAD A.H Nasution mengeluarkan perintah untuk membekukan Kodim Sumatra Tengah dan selanjutnya dikomando langsung oleh KSAD.
Sementara itu pada, 15 Februari 1958, Achmad Husein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan Syarifudin Prawiranegara sebagai perdana menterinya. Proklamasi PRRI mendapatkan sambutan dari Indonesia bagian Timur. Dalam rapat-rapat raksasa yang dilaksanakan di beberapa daerah Komando Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah, Kolonel D. J Somba mengeluarkan pernyataan bahwa sejak tanggal 17 Februari 1958 Kodim Sulawesi Utara dan Tengah (KDMSUT) menyatakan putus hubungan dengan pemerintah pusat dan mendukung PRRI.
Untuk memulihkan keamanan Negara, pemerintah bersama dengan KSAD memutuskan untuk melakukan operasi militer. Operasi gabungan AD-AL-AU terhadap PRRI ini diberi nama Operasi 17 Agustus yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Yani. Operasi pertama kali ditujukan ke Pekanbaru untuk mengamankan sumber-sumber minyak. Pada tanggal 14 Maret 1958 Pekanbaru berhasil dikuasai. Operasi militer kemudian dikembangkan ke pusat pertahanan PRRI. Pada tanggal 4 Mei 1958 Bukittinggi berhasil direbut kembali. Selanjutnya, pasukan TNI membersihkan daerah-daerah bekas kekuasaan PRRI. Banyak anggota PRRI yang melarikan diri ke hutan-hutan.
Untuk mengatasi pemberontakan PERMESTA, KSAD sebagai Penguasa Perang Pusat memecat Kolonel Somba dan Mayor Runturambi, sedangkan Batalion yang berada di bawah KDMSUT diserahkan kepada Komando Antardaerah Indonesia Timur. Untuk menumpas aksi Permesta, pemerintah melancarkan operasi gabungan yang disebut Operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat pada bulan April 1958. Gerakan Permesta diduga mendapat bantuan dari petualang asing terbukti dengan jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh A.L. Pope (seorang warganegara Amerika) yang tertembak jatuh di Ambon pada 18 Mei 1958. Pada 29 Mei 1961, Achmad Husein menyerahkan diri. Pada pertengahan tahun 1961 tokoh-tokoh Permesta juga menyerahkan diri.

Perang Dunia 2


Perang dunia II
Perang dunia II berlangsung dari tahun 1939 sampai tahun 1945 dan melibatkan banyak negara. Pada hakikatnya perang dunia II merupakan kelanjutan dari perang dunia I . hal ini disebabkan oleh perjanjian-perjanjian yang dicapai setelah perang dunia I memancing pertentangan kedua belah pihak yang berhadapan dalam perang sehingga memicu pecahnya perang dunia II.
Latar belakang terjadinya perang dunia II
1.      Lahirnya fasisme
Yaitu paham yang menonjolkan kepentingan negara dan mengabaikan kepentingan perseorangan, serta memiliki rasa nasionalisme yang berlebihan sehingga cenderung merendahkan bangsa lain. Negara fasis diantaranya :
a.      Fasisme jepang
b.      Fasisme italia
c.       Fasisme jerman
Faktor –faktor penyebab terjadinya perang dunia II
a.      Kegagalan liga bangsa-bangsa (LBB)
b.      Perlombaan persenjataan
c.       Politik aliansi (politik mencari kawan)
d.      Timbulnya paham yang saling bertentangan

Sebab khusus perang dunia II
     Diawali dengan tindakan jerman yang melanggar perjanjian versailles.
Tahun 1938, jerman menekan cekoslovakia untuk menyerahkan daerah sudeten yang sebelumnya telah menandatangani perjanjian dalam konferensi munich tahun 1938 untuk meminta bantuan kepada sekutunya yaitu inggris dan prancis.
     Untuk mencegah terjadinya perang, tanggal 29 september 1938 di kota munich, jerman diadakan konferensi yang dihadiri perwakilan dari inggris, prancis, jerman, dan italia. Konferensi tersebut menghasilkan perjanjian munich yang isinya menyebutkan penyerahan daerah sudeten kepada jerman.
     Polandia kemudian mengadakan perjanjian dengan inggris, prancis, rumania, dan yunani sedangkan jerman dengan rusia. Tanggal 1 september 1939 tentara jerman menyerang polandia. Serangan jerman terhadap polandia tersebut menandai meletusnya perang dunia II. Setelah melalui proses perang yang begitu panjang pada tanggal 7 mei 1945 jerman menyerah tanpa syarat kepada rusia, dan berakhirlah perang dunia II.

Kamis, 01 Oktober 2015

Esai dan Kritik Sastra

ESAI  DAN  KRITIK SASTRA


ESAI DAN KRITIK SASTRA

A. Pengertian Kritik dan Esai Sastra
- Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1997 : 531 ), disebutkan kritik adalah kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap sesuatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya.

Sedangkan esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya (Depdikbud, 1997: 270 ).
- H.B. Jasin mengemukakan bahwa kritik kesusastraan adalah pertimbangan baik atau buruk suatu hasil kesusastraan. Pertimbangan itu disertai dengan alasan mengenai isi dan bentuk karya sastra.
-Widyamartaya dan Sudiati (2004 : 117) berpendapat bahwa kritik sastra adalah pengamatan yang teliti, perbandingan yang tepat, dan pertimbangan yang adil terhadap baik-buruknya kualitas, nilai, kebenaran suatu karya sastra.

Memberikan kritik dan esai dapat beromanfaat untuk memberikan panduan yang memadai kepada pembaca tentang kualitas sebuah karya. Di samping itu, penulis karya tersebut akan memperleh masukan, terutama tentang kelemahannya.

adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya. Pengarang esai disebut esais. Esai sebagai satu bentuk karangan dapat bersifat informal dan formal. Esai informal mempergunakan bahasa percakapan, dengan bentuk sapaan “saya” dan seolah-olah ia berbicara langsung dengan pembacanya. Adapun esai yang formal pendekatannya serius. Pengarang mempergunakan semua persyaratan penulisan.
Esai adalah sebuah komposisi prosa singkat yang mengekspresikan opini penulis tentang subyek tertentu. Sebuah esai dasar dibagi menjadi tiga bagian: pendahuluan yang berisi latar belakang informasi yang mengidentifikasi subyek bahasan dan pengantar tentang subyek; tubuh esai yang menyajikan seluruh informasi tentang subyek; dan terakhir adalah konklusi yang memberikan kesimpulan dengan menyebutkan kembali ide pokok, ringkasan dari tubuh esai, atau menambahkan beberapa observasi tentang subyek.
Apa yang membedakan esai dan bukan esai? Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dilakukan dengan merujuk pendapat-pendapat atau rumusan-rumusan yang telah ada, tetapi pendapat-pendapat atau rumusan-rumusan yang telah ada sering kali masih tidak lengkap dan kadang bertolak belakang sehingga masih mengandung kekurangan juga. Misal mengenai ukuran esai, ada yang menyatakan bebas, sedang, dan dapat dibaca sekali duduk; mengenai isi esai, ada yang menyatakan berupa analisis, penafsiran dan uraian (sastra, budaya, filsafat, ilmu); dan demikian juga mengenai gaya dan metode esai ada yang menyatakan bebas dan ada yang menyatakan teratur.
Penjelasan mengenai esai dapat lebih “aman dan mudah dimengerti” jika ditempuh dengan cara meminjam pembagian model penalaran ala Edward de Bono. Menurut De Bono, penalaran dapat dibagi menjadi dua model. Pertama, model penalaran vertikal (memusatkan perhatian dan mengesampingkan sesuatu yang tidak relevan) dan kedua model penalaran lateral (membukakan perhatian dan menerima semua kemungkinan dan pengaruh).
Dari pembagian model penalaran ini, esai cenderung lebih mengamalkan penalaran lateral karena esai cenderung tidak analitis dan acak, melainkan dapat melompat-lompat dan provokatif. Sebab, esai menurut makna asal katanya adalah sebuah upaya atau percobaan yang tidak harus menjawab suatu persoalan secara final, tetapi lebih ingin merangsang. Menurut Francis Bacon, esai lebih sebagai butir garam pembangkit selera ketimbang sebuah makanan yang mengenyangkan.

1. prinsip dalam menyusun kritik dan esai, di antaranya sebagai berikut.

a Pokok persoalan yang dibahas harus layak untuk diulas dan hasil ulasannya harus memberikan keterangan atau memperlihatkan sebab musabab yang berkaitan dengan suatu peristiwa yang nyata. Jadi yang terpenting bukan apa yang diulas, tetapi bagaimana cara penulis memberikan ulasannya.

b Pendekatan yang digunakan harus jelas, apakah persoalan didekati dengan pendekatan faktual atau imajinatif? Pendekatan faktual maksudnya mendekati pokok persoalan berdasarkan fakta dan datanya sebagaimana diserap pancaindra. Pendekatan imajinatif maksudnya mendekati pokok persoalan berdasarkan apa yang dibayangkan atau diangankan.

c. Ulasan yang menggunakan pendekatan faktual harus didukung oleh fakta yang nyata dan objektif. Penulis tidak bleh mengubah fakta untuk mendukung pandangannya. Pernyataan yang diungkapkan harus jelas, jangan samar-samar, harus dapat dipercaya, tidak disangsikan atau disangkal, dan dapat dibuktikan kebenarannya.
 
d. Pernyataan yang diungkapkan harus jelas, jangan samar-samar, harus dapat dipercaya, tidak disangsikan atau disangkal, dan dapat dibuktikan kebenarannya.

2. beberapa fungsi kritik sastra adalah sebagai berikut.

a Membina dan mengembangkan sastra. Melalui kritik sastra, kritikus berusaha menunjukkan struktutr sebuah karya sastra, memberikan penilaian, menunjukkan kekuatan dan kelemahannya, serta memberikan alternatif untuk pengembangan karya sastra tersebut.

b Pembinaan apresiasi sastra. Para kritikus berusaha membantu para peminat karya sastra memahami sebuah karya sastra. Kritikus berusaha mengungkap daerah-daerah yang lemah yang terdapat dalam karya sastra. Analisis struktur sastra, kmentar dan interprestasi, menjelaskan unsur-unsurnya,serta menunjukan unsur-unsur yang tersirat dan tersurat, akan dapat menuingkatkan apresiasi sastra.

c Menunjang dan mengembangkan ilmu sastra. Kritik sastra merupakan wadah analisis karya sastra, analisis struktur cerita, gaya bahasa, dan teknik penceritaan. Hal ini merupakan sumbangan pula untuk para ahli sastra dalam mengembangkan teri sastra. Para pengarang pun dapat belajar melalui kritik sastra dalam memperluas pandangannya, sehingga ciptaannya lebih berkembang. Untuk membuat kritik dan esai terhadap karya sastra, penulis dapat menggunakan dua pendekatan yakni dengan pendekatan deduktif dan pendekatan induktif.

B. Sejarah Esai
Esai mulai dikenal pada tahun 1500-an dimana seorang filsuf Perancis, Montaigne, menulis sebuah buku yang mencantumkan beberapa anekdot dan observasinya. Buku pertamanya ini diterbitkan pada tahun 1580 yang berjudul Essais yang berarti attempts atau usaha. Montaigne menulis beberapa cerita dalam buku ini dan menyatakan bahwa bukunya diterbitkan berdasarkan pendapat pribadinya. Esai ini, berdasarkan pengakuan Montaigne, bertujuan mengekspresikan pandangannya tentang kehidupan.
Lalu bagaimana pengertian esai menurut Montaigne? Montaigne menuliskan sikap dan pandangannya mengenai esai melalui deskripsi-deskripsinya yang tersirat, sahaja, rendah hati tetapi jernih dalam sebuah kata pengantar bukunya: “Pembaca, ini sebuah buku yang jujur. Anda diperingatkan semenjak awal bahwa dalam buku ini telah saya tetapkan suatu tujuan yang bersifat kekeluargaan dan pribadi. Tidak terpikir oleh saya bahwa buku ini harus bermanfaat untuk anda atau harus memuliakan diri saya. Maksud itu berada di luar kemampuan saya. Buku ini saya persembahkan kepada para kerabat dan handai taulan agar dapat mereka manfaatkan secara pribadi sehingga ketika saya tidak lagi berada di tengah-tengah mereka (suatu hal yang pasti segera mereka alami), dapatlah mereka temukan di dalamnya beberapa sifat dari kebiasaan dan rasa humor saya, dan mudah-mudahan, dengan cara itu, pengetahuan yang telah mereka peroleh tentang diri saya tetap awet dan selalu hidup” (dari “To The Reader”).
Kemudian, pada tahun 1600-an, Sir Francis Bacon menjadi Esais Inggris pertama. Bukunya berjudul Essay. Bentuk, panjang, kejelasan, dan ritme kalimat dari esai ini menjadi standar bagi esais-esais sesudahnya. Ada beberapa esai yang formal, dan ada beberapa esai lain yang bersifat informal. Bentuk esai informal lebih mudah ditulis karena lebih bersifat personal, jenaka, dengan bentuk yang bergaya, struktur yang tidak terlalu formal, dan bertutur. Bentuk esai formal lebih sering dipergunakan oleh para pelajar, mahasiswa dan peneliti untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Formal esai dibedakan dari tujuannya yang lebih serius, berbobot, logis dan lebih panjang.
Di Indonesia bentuk esai dipopulerkan oleh HB Jassin melalui tinjauan-tinjauannya mengenai karya-karya sastra Indonesia yang kemudian dibukukan (sebanyak empat jilid) dengan judul Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei (1985), tapi Jassin tidak bisa menerangjelaskan rumusan esai

C. Tipe-tipe Esai
Ada enam tipe esai, yaitu:

1. Esai deskriptif. Esai jenis ini dapat meluliskan subjek atau objek apa saja yang dapat menarik perhatian pengarang. Ia bisa mendeskripsikan sebuah rumah, sepatu, tempat rekreasi dan sebagainya.

2. Esai tajuk. Esai jenis ini dapat dilihat dalam surat kabar dan majalah. Esai ini mempunyai satu fungsi khusus, yaitu menggambarkan pandangan dan sikap surat kabar/majalah tersebut terhadap satu topik dan isyu dalam masyarakat. Dengan Esai tajuk, surat kabar tersebut membentuk opini pembaca. Tajuk surat kabar tidak perlu disertai dengan nama penulis.

3. Esai cukilan watak. Esai ini memperbolehkan seorang penulis membeberkan beberapa segi dari kehidupan individual seseorang kepada para pembaca. Lewat cukilan watak itu pembaca dapat mengetahui sikap penulis terhadap tipe pribadi yang dibeberkan. Disini penulis tidak menuliskan biografi. Ia hanya memilih bagian-bagian yang utama dari kehidupan dan watak pribadi tersebut.
4. Esai pribadi, hampir sama dengan esai cukilan watak. Akan tetapi esai pribadi ditulis sendiri oleh pribadi tersebut tentang dirinya sendiri. Penulis akan menyatakan “Saya adalah saya. Saya akan menceritakan kepada saudara hidup saya dan pandangan saya tentang hidup”. Ia membuka tabir tentang dirinya sendiri.

5. Esai reflektif. Esai reflektif ditulis secara formal dengan nada serius. Penulis mengungkapkan dengan dalam, sungguh-sungguh, dan hati-hati beberapa topik yang penting berhubungan dengan hidup, misalnya kematian, politik, pendidikan, dan hakikat manusiawi. Esai ini ditujukan kepada para cendekiawan.

6. Esai kritik. Dalam esai kritik penulis memusatkan diri pada uraian tentang seni, misalnya, lukisan, tarian, pahat, patung, teater, kesusasteraan. Esai kritik bisa ditulis tentang seni tradisional, pekerjaan seorang seniman pada masa lampau, tentang seni kontemporer. Esai ini membangkitkan kesadaran pembaca tentang pikiran dan perasaan penulis tentang karya seni. Kritik yang menyangkut karya sastra disebut kritik sastra.

D. Ciri-ciri Esai

1. Berbentuk prosa, artinya dalam bentuk komunikasi biasa, menghindarkan penggunaan bahasa dan ungkapan figuratif.
2. Singkat, maksudnya dapat dibaca dengan santai dalam waktu dua jam.
3. Memiliki gaya pembeda. Seorang penulis esai yang baik akan membawa ciri dan gaya yang khas, yang membedakan tulisannya dengan gaya penulis lain.
4. Selalu tidak utuh, artinya penulis memilih segi-segi yang penting dan menarik dari objek dan subjek yang hendak ditulis. Penulis memilih aspek tertentu saja untuk disampaikan kepada para pembaca.
5. Memenuhi keutuhan penulisan. Walaupun esai adalah tulisan yang tidak utuh, namun harus memiliki kesatuan, dan memenuhi syarat-syarat penulisan, mulai dari pendahuluan, pengembangan sampai ke pengakhiran. Di dalamnya terdapat koherensi dan kesimpulan yang logis. Penulis harus mengemukakan argumennya dan tidak membiarkan pembaca tergantung di awang-awang.
6. Mempunyai nada pribadi atau bersifat personal, yang membedakan esai dengan jenis karya sastra yang lain adalah ciri personal. Ciri personal dalam penulisan esai adalah pengungkapan penulis sendiri tentang kediriannya, pandangannya, sikapnya, pikirannya, dan dugaannya kepada pembaca.

E. Panduan Dasar Menulis Esai
Untuk membuat sebuah esai yang berkualitas, diperlukan kemampuan dasar menulis dan latihan yang terus menerus. Berikut ini panduan dasar dalam menulis sebuah esai.
Struktur Sebuah Esai. Pada dasarnya, sebuah esai terbagi minimum dalam lima paragraf:
1. Paragraf Pertama. Dalam paragraf ini penulis memperkenalkan topik yang akan dikemukakan, berikut esainya. Esai ini harus dikemukakan dalam kalimat yang singkat dan jelas, sedapat mungkin pada kalimat pertama. Selanjutnya pembaca diperkenalkan pada tiga paragraf berikutnya yang mengembangkan esai tersebut dalam beberapa sub topik.
2. Paragraf Kedua sampai kelima.Ketiga paragraf ini disebut tubuh dari sebuah esai yang memiliki struktur yang sama. Kalimat pendukung esai dan argumen-argumennya dituliskan sebagai analisa dengan melihat relevansi dan relasinya dengan masing-masing sub topik.
3. Paragraf Kelima (terakhir). Paragraf kelima merupakan paragraf kesimpulan. Tuliskan kembali esai dan sub topik yang telah dibahas dalam paragraf kedua sampai kelima sebagai sebuah sinesai untuk meyakinkan pembaca
Kritik merupakan salah satu dari cabang ilmu sastra. Kritik sastra menganalisis teks karya sastra itu sendiri. Kritik dapat diterapkan pada semua bentuk karya sastra, baik yang berupa puisi, prosa maupun drama. Kritik adalah karangan yang menguraikan tentang pertimbangan baik atau buruk suatu karya sastra. Kritik biasanya diakhiri dengan kesimpulan analisis . Tujuan kritik bukan hanya menunjukkan keunggulan, kelemahan, kebenaran, dan kesalahan sebuah karya sastra berdasarkan sudut tertentu, tetapi mendorong sastrawan untuk mencapai penciptaan sastra tertinggi dan untuk mengapresiasi karya sastra secara lebih baik. Tugas kritik sastra adalah menganalisis, menafsirkan, dan menilai suatu karya sastra . Kehadiran kritik sastra akan membuat sastra yang dihasilkan berikutnya menjadi lebih baik dan berbobot karena kritik sastra akan menunjukkan kekurangan sekaligus memberikan perbaikan.
Ciri-ciri Kritik Sastra
Kritik sastaramempunyai beberapa ciri, yaitu sebagai berikut :
a. Memberikan tanggapan terhadap hasil karya.
b. Memberikan pertimbangan baik dan buruk (kelebihan dan kekurangan ) sebuah karya sastra
c. Pertimbangan bersifat obyektif
d. Memaparkan kesan prebadi kritikus terhadap sebuah karya sastra
e. Memberikan alternatif perbaikan atau penyerpurnaan
f. Tidak berprasangka
g. Tidak terpengaruh siapa penulisnya
Pentingnya Kritik/ Fungsi Kritik
a. Bagi Pembaca
Bagi pembaca merupakan penuntun untuk dapat menikmati ciptaan yang dikritik itu , sehingga dapat   memberikan pandangannya dan menghargainya
b. Bagi Seniman atau Pengarangnya
Bagi pengarangnya merupekan petunjuk yang berharga yang wajib dipertimbangkan untuk kebaikan ciptaan yang akan datang.
Prinsip-Prinsip Penulisan Kritik
a. Penulis harus secara terbuka mengemukakan dari sisi  mana ia menilai karya sastra tersebut.
b. Penulis harus obyktif dalam menilai
c. Penulis harus menyertakan bukti dari teks yang dikritik
Jenis-Jenis Kritik
a. Kritik sastra intrinsik, yaitu menganalisis karya sastra berdasarkan unsur intrinsiknya, sehingga akan diketahui kelemahan dan kelebihan yang ada dalam karya sastra
b. Kritik sastra ekstrinsik, yaitu menganalisis dengan cara menghubungkan karya sastra dengan penulisnya, pembacanya , atau masyarakatnya. Disamping itu juga melibatkan faktor ekstinsik lain seperti sejarah, psikologi, relegius, pendidikan dan sebagainya
c. Kritik deduktif , yaitu menganalisis dengan cara berpegang teguh pada sebuah ukuran yang dipercayainya dan dipergunakan secara konsekuen
d. Kritik Induktif, yaitu menganalisis dengan cara melepaskan semua hukum atau aturan yang berlaku
e. Kritik impresionik, yaiti menganalisis hasil karya berdasarkan kesan pribadi secara subyektif terhadap karya sastra
f. Kritik penghakiman , yaitu menganalisis dengan cara berpegang teguh pada ukuran atau aturan tertentu untuk menentukan apakah sebuah karya sastra baik atau buruk
g. Kritik teknis, yaitu kritik yang dilakukan untuk tujuan tertentu saja
CONTOH KRITIK SASTRA
a. ” Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Essay” , oleh H.B. Yassin
b.” Pokok dan Tokoh”, oleh Dr.A.Teeuw
c. “Buku dan Penulis”, oleh Amal Hamzah
Tujuan penulisan kritik sastra antara lain:
a. Memberikan panduan yang benar cara memahami karya sastra
b. Berguna untuk penyusunan teori sastra an sejarah  sastra
c. Membantu perkembangan kesusastraan suatu bangsa karena memberikan penjelasan baik buruknya suatu karya sastra
d. Memberikan manfaat kepada masyrakat tentang pemahaman dan apresiasi sastra
CONTOH KRITIK
Media Indonesia Selasa, 13 September 2005RESENSI » BukuRagam Kritik Sastra Indonesia
Judul Buku: Mozaik Sastra Indonesia
Oleh: Faiz Manshur
MUNGKIN sebagian orang masih punya pendapat, sastra adalah bidang marginal, terkucil dari gegap-gempita kesenian panggung dan televisi sekarang ini. Kita hanya menyaksikan eksistensi sastra pada panggung-panggung mini, atau acara bedah buku, temu penulis dengan pembaca yang pengunjungnya bisa kita hitung dengan jari.Namun, biar begitu adanya, eksistensi sastra bukan tidak berguna. Sastra bercita rasa tinggi, akan sangat penting manfaatnya sebagai kontrol terhadap kesenian (bahkan kebudayaan) hasil produk pasar bebas yang serbainstan, imitatif, pasaran, dan rendah nilai estetiknya.Tentu, untuk membangun sastra yang berkualitas, kritik sastra harus ditempatkan pada sentral diskursus. Beragam perspektif harus disiapkan untuk melihat sesuatu yang tidak pernah kita duga-duga. Hadirnya buku ini tentu penting bagi pembaca untuk lebih mudah melihat keragaman analisis para pegiat sastra, kritikus dan akademis yang selama ini serius terlibat dan meneliti perkembangan sastra Indonesia.Melalui proses seleksi yang cukup serius, sang editor Kinayati Djojosuroto mengemas 21 esai karya dari 21 kritikus sastra menjadi satu buku berjudul Mozaik Sastra Indonesia.Di dalamnya memuat karya-karya dua generasi. Generasi tua diwakili Asrul Sani, Arief Budiman, Abdul Hadi WM, dan Wilson Nadeak. Sedangkan para kritikus sastra muda yang hadir adalah Agus R Sarjono, Agus Noor, Ahmad Subhanuddin Alwy, Binhad Nurrahmat dan lain-lain. Ada juga tulisan dari para akademisi seperti Maman S Mahayana, Sunaryo Basuki Ks, Suroso, dan Yusrizal Kw.Tulisan-tulisan yang terkumpul di dalamnya berasal dari naskah-naskah yang pernah diterbitkan di media cetak sepertiMajalah Horizon, Kompas, Republika, Media Indonesiadan lain-lain.Antologi ini diklasifikasi menjadi 6 topik. Bab pertama membicarakan tentang sastra dan konteks. Perbincangan dalam bab ini mengarah pada keterkaitan antara sastra, politik, sosial, dan ideologi. Artinya, pengarang ingin menyampaikan realitas sosial-politik, religi dan budaya dalam bingkai sastra. Esai-esai pada bagian ini setidaknya akan menyegarkan dahaga dunia sastra Indonesia yang selama ini mengalami kekurangan kritik sastra.Bagian kedua, menyoal sastra dan imajinasi, di mana pembicaraan seputar peranan imajinasi dalam karya sastra ditelaah secara detail dan mendalam. Bagian ketiga, sastra dan pluralisme, menyoroti kreativitas karya sastra yang selalu terikat oleh variabel lain yang berdampak pada sukses atau gagalnya sastrawan dalam mengomunikasikan bahasa. Dijelaskan, sastra tanpa media komunikasi akan mati, pembaca tidak akan bisa menikmati. Masih serupa dengan perbincangan sastra dan konteks, soal pluralisme, demokrasi, dan hak asasi manusia cukup banyak dibicarakan dalam bagian ini.Pada bagian keempat, Mozaik Sastra Indonesia, pembaca akan disuguhi proses kreatif para penulis sastra dalam menciptakan percikan-percikan ide yang memiliki nilai estetika puisi. Di dalam bab ini, pembicaraan tentang kesaksian kreatif berpuisi dalam memahami warna lokal sastra, latar sosial, dan religi dalam karya sastra juga mendapat tempat.Bagian kelima, membahas soal sastra cyber. Hadirnya teknologi informasi di Indonesia berdampak pada perkembangan sastra dengan wajah baru dan unik. Sastracyber merupakan fenomena penting yang tidak mungkin diabaikan dalam perbincangan sastra Indonesia. Era cyber telah menjadikan komunikasi antarmanusia lebih cepat. Seiring dengan itu, para sastrawan baru pun bermunculan melalui internet. Pembicaraan sastra cyber pun makin menarik karena ternyata mempunyai ciri khas yang berbeda dengan sastra media cetak.
Bagian keenam kita akan diajak bertamasya pada proses kreativitas pengarang. Tema ini selalu menjadi topik hangat yang selalu dibutuhkan, terutama sastrawan pemula. Dari sini kita akan melihat tentang suka-duka sastrawan dalam memproduksi ide penulisan.
Seperti yang pernah di katakan oleh Radhar Panca Dahana, ”Sastra memang semestinya dikembalikan kepada pembaca, baik secara teoretis maupun praktis.” Di tingkat teoretis penyingkiran pembaca dalam penelaahan sastra, membuat sastra itu sendiri hanya berputar dalam lingkaran analitik antara para kritikus, ambisi penerbit, atau biografi pengarangnya. (Faiz Manshur, jurnalis tinggal di Jakarta)